kaidah fiqhiyyah



A.  الوجوب والتحريم مشروط بإمكان العلم والعمل
1.    Arti Kaidah
Adanya hukum wajib dan haram itu disyaratkan dengan adanya ilmu/pengetahuan dan perbuatan
maksud kaidah diatas adalah hukum wajib dan haram itu berlaku bagi seseorang apabila dia sudah memiliki ilmu atau pengetahuan tentang suatu perkara tersebut, jika orang tersebut tidak memiliki pengetahuan tentang suatu perkara, kemudia dia melakukan perkara tersebut, maka perkara yang dilakukan tersebut tidak memiliki ikatan hukum wajib atau keharaman perkara yang dilakukannya tersebut. kadiah ini berlaku di berbagai bidang baik akidah maupun fiqh seperti toharoh, ibadah dan mu’amalah
2.    Dasar Hukum
a.       al-Qur’an
Qs al-An’am ayat 19
قُلْ أَيُّ شَيْءٍ أَكْبَرُ شَهَادَةً قُلِ اللَّهُ شَهِيدٌ بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَذَا الْقُرْآنُ لِأُنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ أَئِنَّكُمْ لَتَشْهَدُونَ أَنَّ مَعَ اللَّهِ آلِهَةً أُخْرَى قُلْ لَا أَشْهَدُ قُلْ إِنَّمَا هُوَ إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنَّنِي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ
QS an-Nisa ayat 165
رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
QS at-Taghobun ayat 16
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لِأَنْفُسِكُمْ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
b.      al-Hadits
وَكَمَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ الْحَكَمِ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ رِشْدِينَ، عَنْ حَيْوَةَ، عَنِ ابْنِ عَجْلَانَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ يَحْيَى بْنِ خَلَّادٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَمِّهِ، قَالَ: كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَاعِيهِ وَلَا يَشْعُرُ، فَلَمَّا فَرَغَ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ ". فَرَجَعَ فَصَلَّى , ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ لَهُ: ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ "، فَلَمَّا كَانَتِ الثَّانِيَةُ أَوِ الثَّالِثَةُ قَالَ: وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ لَقَدِ اجْتَهَدْتُ فَعَلِّمْنِي. فَعَلَّمَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّا يَفْعَلُهُ فِي صَلَاتِهِ "[1]
3.    Aplikasi Kaidah
a.       seseorang yang meninggalkan kewajiban solat, maka solatnya tidak dikenai hukuman batal dan tidak ada keharusan untuk mengulangi solatnya lagi apabila dia tidak mengetahui bahwa yang ditinggalkannya merupakan suatu kewajiban di dalam sholat.
b.      seorang muslim yang melakukan suatu transaksi yang didalamnya terdapat unsur riba dan maysir, maka transaksi itu tidak dihukumi haram, apabila dia belum mengetahui bahwa apa yang dia transaksikan tersebut terdapat unsur keharaman yakni riba dan maysir.
B.  الوصف في الحاضر لغو وفي الغائب معتبر
1.    Arti Kaidah
mensifati sesuatu pada saat hadir (sesuatu itu ada) adalah bathil /Laghw (sia-sia), dan mensifati sesuatu pada saat ghoib (sesuatu itu tidak ada) menjadi ibarot (bisa dipakai).

kaidah ini menjelaskan bahwa mensifati suatu perkara ketika sesuatu itu hadir atau ada, maka sifat yang disebutkan itu dihukumi batal, sedangkan mensifati sesuatu yang keadaannya itu ghoib, maka sifat yang disebutkan itu menjadi ibarat sebagai penjelasan mengenai sesuatu tersebut.
kaidah ini berlaku dalam beberapa akad, seperti jual beli, ijaroh, dan nikah. sebagaimana yang telah diketahui bahwa dalam sebuah transaksi jual beli, barang yang dijual belikan tersebut haruslah jelas dan diketahui sifat dan bentuknya.
2.    Dasar Hukum
3.    Aplikasi Kaidah
ketika seseorang membeli kambing (dalam keadaan hadir/ ada), kemudian dia menyatakan bahwa ‘saya mau membeli kambing yang berwarna putih itu (sambil menunjuk kambing yang ternyata berwarna hitam), maka jual beli tersebut tetap dianggap sah walaupun si pembeli mensifati kambingnya berbeda, karena menurut kaidah ini bahwa mensifati sesuatu yang hadir itu laghw, tidak memiliki hukum. Berbeda dengan pensifatan sesuatu yang tidak ada, apabila seseorang ingin membeli (tanpa memberi isyarat) dan menyebutkan sifat yang ingin dibelinya, namun kemudian barang yang dipesan itu tidak sesuai dengan apa yang disifati oleh pembeli, maka pembelian itu menjadi batal.
C.  يتحمل الضرر الخاص لدفع ضرر عام
1.    Arti Kaidah
menanggung kemudaratan khusus untuk menolak kemudaratan umum
setiap hal yang mudhorot atau yang dapat menimbulkan kerusakan maka harus dihilangkan, demi menjaga kemaslahatan. namun, jika seseorang dihadapkan kepada suatu hal yang dapat menimbulkan kemudaratan (khas) kepada dirinya sendiri, dan kemudaratan (am) umum kepada banyak orang, maka berdasarkan kaidah ini, orang tersebut harus dapat menanggung kemudaratan untuk dirinya sendiri dari pada kemudharatan umum, hal ini demi menjaga kemaslahatan umum.
2.    Dasar Hukum
hadits Nabi.
مَالِكٌ، عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى الْمَازِنِيِّ، عَنْ أَبِيهِ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ»[2]
3.    Aplikasi Kaidah
a.       Islam mensyariatkan untuk memberikan huku man mati (qishos) bagi pembunuh, hukuman qishos ini tentu merupakan suatu kemudaratan bagi si terdakwa (pembunuh) dan keluarganya, namun sebenarnya, didalamnya terdapat hikmah untuk mencegah kemudaratan yang lebih luas, karena dikhawatirkan si pembunuh itu dapat melakukan pembunuhan kepada orang lain.
b.      diperbolehkan melarang dokter yang bodoh dalam praktek kedokterannya, demi menjaga nyawa orang banyak.
c.       melarang seorang mufti yang bodoh dalam berfatwa, diperbolehkan demi menjaga kemaslahatan agama orang banyak dari fatwa-fatwa yang menyimpang.
kaidah termasuk ke dalam kaidah dhowabit kaidah لا ضرر ولا ضرار
D.  يدخل تبعًا ما لا يدخل استقلالاً
1.    Arti Kaidah
Sesuatu yang mengikuti (Tabi’) terdapat suatu hukum yang tidak masuk kepada sesuatu yang merdeka.
kaidah ini ditetapkan oleh Syaikh Ibn Taymiyah, beliau menulisnya di dalam kitab al-Fatawa, Minhaj al-Sunnah al-Nabawiyah, dan kitab lainnya. kaidah ini merupakan kaidah cabang dari kaidah التابع تابع. selanjutnya dikuatkan oleh Ibn Rojab yang menambahkan kaidah cabang berupa يغتفر في التابع ما لا يغتفر في المتبوع.
kaidah ini menjelaskan bahwa, segala sesuatu yang apabila sesuatu tersebut mengikuti sesuatu yang lainnya, maka hukum-hukum yang berlaku kepada yang diikuti itu, berlaku pula kepada sesuatu yang mengikutinya, dan tidak pula terpisah dengan suatu hukum yang khusus.
kaidah lain yang serupa dengan kaidah ini adalah:
a.       لا يشترط في التابع ما يشترط في المتبوع
b.      يدخل في الفرد والعقود تبعاً ما لا يدخل استقلالاً
c.       يثبت تبعاً ما لا يثبت استقلالاً
2.    Dasar Hukum
hadits Nabi Muhammad Saw,
أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، حَدَّثَنِي ابْنُ شِهَابٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَنِ ابْتَاعَ نَخْلًا بَعْدَ أَنْ تُؤَبَّرَ، فَثَمَرَتُهَا لِلْبَائِعِ إِلَّا أَنْ يَشْتَرِطَ المُبْتَاعُ، وَمَنِ ابْتَاعَ عَبْدًا وَلَهُ مَالٌ، فَمَالُهُ لِلَّذِي بَاعَهُ، إِلَّا أَنْ يَشْتَرِطَ المُبْتَاعُ»، وَعَنْ مَالِكٍ، عَنْ نَافِعٍ، عَنْ ابْنِ عُمَرَ، عَنْ عُمَرَ فِي العَبْدِ[3]

3.    Aplikasi Kaidah
a.       barangsiapa yang mendapati satu rokaat solat jum’at, maka pada rokaat keduanya dia tidak menjahrkan suaranya, walaupun solat jum’at dihukumi jahr. karena sesuatu yang mengikuti itu tidak dibebani syarat sebagaimana syarat yang ditetapkan kepada yang diikuti.
b.      persaksian seorang wanita terhadap anak yang dilahirkan, menjadikan hukum nasab anak diberikan kepada wanita tersebut, namun nasab tidak ditetapkan dengan kesaksian para wanita.
c.       apabila ada seseorang menyaksiakan hilal bulan romadon, tapi, masyarakat justru menyempurnakan bilangan bulan dan tidak melihat hilal, maka apakah masyarakat juga harus berbuka? maka terdapat dua jawaban: (1) masyaratakat tidak boleh berbuka hanya karena ada satu orang saja yang melihat hilal. permasalah ini merupakan pengecualian dari kaidah ini; (2) ya, ditetapkan hukum berbuka bagi masyarakat, karena mengikuti kepada yang berpuasa.
d.      apabila ada seseorang yang mengkabarkan bahwa matahari telah terbenam, maka pada saat itu diperbolehkan berbuka puasa. karena waktu berbuka itu mengikuti waktu solat maghrib.
e.       apabila ada ada seseorang mewakafkan namun wakaf tersebut digantungkan waktunya ketika dia wafat, maka wakaf tersebut sah karena mengikuti hukum wasiat. wasiat yang digantungkang terhadap sesuatu hukumnya boleh. adapun wakaf tidak dapat diperbolehkan adanya ketergantungan terhadap sesuatu.
Kaidah ini dhowabit dari kaidah تابع التابع
E.  ما حرم فعله حرم طلبه
1.    Arti Kaidah
sesuatu yang diharamkan mengerjakannya, haram pula memerintahkan mengerjakannya.
sesuatu yang haram memperolehnya, maka haram pula perintah untuk memperolehnya. sesuatu yang haram itu tidak boleh dilakukan,begitu juga ketidak bolehan memerintakan orang lain untuk melakukan keharaman tersebut. hal ini juga berlaku dalam hal makruh, sesuatu yang makruh dilakukan maka makruh pula perintahnya. sebagaimana yang telah diketahui bahwa, diam ketika menghadapi suatu keharaman dan kemakruhan merupakan suatu keharaman karena seakan-akan menghendaki adanyak keharaman dan kemakruhan tersebut, apalagi jika justru memerintahkan orang lain untuk melakukan suatu yang diharamkan atau dimakruhkan. kaidah lain yang serupa adalah يحرم طلب ما يحرم على المطلوب منه فعله, kaidah ini berdekatan dengan kaidah ما حرم أخذه حرم إعطاوْه

2.    Dasar Hukum
kaidah diatas merupakan kaidah mengenai larangan saling membantu dalam hal keburukan, sehingga kaidah ini didasari oleh firman Allah Swt,QS al-Maidah ayat 2.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَائِدَ وَلَا آمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنْ رَبِّهِمْ وَرِضْوَانًا وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَنْ صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
3.    Aplikasi Kaidah
a.       persaksian yang dusta, janji yang bohong, berbuat dzolim, semua itu merupakan sesuatu yang haram. maka perintah seseorang kepada orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut, maka perintah tersebut pun dihukumi haram.
b.      melakukan kecurangan kepada orang lain, penipuan, pengkhianatan, mencuri, ghosob, dan melakukan sesuatu yang menimbulkan had dan ta’zir adalah perbuatan yang diharamkan, sehingga memerintahkan orang lain untuk berbuat demikian adalah suatu yang haram.
terdapat pengecualian dalam beberapa kasus, diantaranya adalah:
a.         apabila seseorang telah melakukan pendakwaan dengan pengakuan yang jujur, kemudian lawannya justru memberikan pengakuan yang bohong. maka dibolehkan memerintahkan si orang yang jujur tersebut melakukan pendakwaan yang dapat membantah pendakwaan orang yang berbohong tersebut dengan syarat bahwa telah diketahui bahwa musuhnya tersebut memang berbohong.
b.        apabila seseorang mengghosob harta anak kecil, dan tidak ada saksi bagi ahli wasiat yang menyatakan bahwa orang tersebut telah mengghosob anak yatim tersebut, dan ahli wasiat memang telah yakin mengetahui bahwa si ghosib tersebut menyatakan sumpah dusta, maka bagi ahli wasiat diperbolehkan mencegah sebagaian harta anak tersebut dari si ghosib sebagai upaya menyelamatkan harta si anak dari penggosoban orang tersebut.





[1] Tohawi, Syarh Musykil al-Atsar, juz VI, no hadits 2245, h. 20. (Maktabah al-Syamilah)
[2] Malik bin Anas, Muwattho Malik, juz IV, no hadits 2758. h. 1078. (Maktabah al-Syamilah).
[3] Bukhori, Shohih Bukhori, juz III, No Hadits 2379, hal. 115, Maktabah al-Syamilah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Qoidah al-I'lal

KAIDAH AL-UMUR BI MAQOSHIDIHA

Nadzom Fiqh Sunda karya Kyai Juwaini Ibn Abdurrohman